Belum lama ini, di jejaring sosial tetangga aku mendapat tag foto seorang ibu, yang awalnya bikin aku mengernyitkan dahi. Foto siapa ya? Setelah melihat pengirim -adik angkatan di Unpad- dan komentar-komentarnya, barulah aku ingat dengan foto ibu ini, karena begitu akrab dengan keseharian kami; para mahasiswa dengan uang saku “cekak”.
Ya, inilah Bu Tunduh, pemilik warung nasi tak bernama, yang membuka warung tenda depan sebuah lembaga penelitian milik Unpad, samping perpustakaan pusat, di Jalan Dipatiukur, Kota Bandung. Ini penampakan Bu Tunduh (tunduh = ngantuk). Mata ibu itu seperti orang ngantuk. Lalu kami menamakannya “Bu Tunduh”, tanpa tahu nama sebenarnya.
Menjelang awal 1990-an, setiap jam makan siang, kami hampir selalu hadir di warungnya. Seperti biasa, kami memesan sepiring nasi plus lauk tempe goreng (atau tahu goreng). Lalu minta dikasih kuah gule (ya, kuahnya doang), dengan harapan, selain menambah nikmat nasi+tempe/tahu doang, juga seringkali ketiban untung, karena dia tak segan-segan menyendok sedikit potongan daging gulainya yang terbuat dari daging sapi tetelan.
Yang namanya kuah kan gratis. Jadi yang kami bayar hanya nasi plus tempe atau tahu. Cukup bayar Rp 500 – Rp 550. (Sebagai patokan, makan “normal”, nasi+lauk (ayam/daging)+sayur = Rp 750-Rp 1.000).
Ah lumayan ngirit untuk “ukuran sakuku”. Apalagi saat itu aku sedang mulai menyusun penulisan skripsi.
Melihat foto di atas, tampaknya Bu Tunduh sekarang sudah punya warung permanen (atau semi permanen), bukan warung tenda di pinggir jalan lagi.
Insyaallah kapan-kapan, kalau ada umur, aku ingin mengajak teman sesama “Bu Tunduh Fans Club” –yang kini sudah banyak yang “menjadi orang”, mulai dari Komisioner di KPID, pengusaha, hingga Pemred sebuah harian nasional–, untuk bernostalgia makan siang di sana, sekaligus “berkenalan” menanyakan siapa nama sebenarnya. Tentu saja, tidak pake ngirit lagi. Kalau bisa, sekalian ditulis atau diprofilkan di media online-ku.
Catatan:
A-ha! aku baru ingat. Harga nasi+tempe/tahu bukan Rp 550, melainkan Rp 250. Yang Rp 550 itu nasi+gule+tempe/tahu.
bunda2f said:
fotonya ga keliatan oom
kaklist said:
ya Allah.. hebat ya indonesia, dalam 12 tahun harga langsung naik 10x lipat hehe.. sekarang di warteg nasi + ayam 10rb kan ya π
ydiani said:
Ibunya baik banget ya
bunda2f said:
kog dalam 12 tahun? udah 22 tahun kali kak listwajar donk, emang begitu kan?
tianarief said:
gimana sekarang kelihatan. fotonya cukup besar kok. π
tianarief said:
22 tahun lalu, bahkan lebih lama lagi (sejak akhir 1980-an). itu karena nilai rupiahnya terdepresiasi.
tianarief said:
iya, mengerti aspirasi mahasiswa. π
bunda2f said:
udah keliataaannn
bunda2f said:
aku inget jaman SD sekitar pertengahan 80an, jajanku itu 100 rupiah dan itu udah bisa beli macam2, permen aja kalo ga salah 5 rupiah, lah sekarang permen aja dijual 200/3bj, ck…ck
tianarief said:
gpp atuh bun, pan sudah bisnis oriflame. π
cambai said:
harga menunjukkan angkatan jg ya mas hihihihi
miapiyik said:
aduh, murahnya, aku inget jaman kuliah, nasi+sayur sop+perkedel itu 700, kalo nasi+sayur tumis+telur 900 rupiahsemoga bu Tunduh lebih maju sekarang, seneng pasti kalau dikunjungi
bundel said:
Oh ieu si bu tunduh teh? Can aya jaman abdi mah, can “hirup” keneh. Nu aya Si Ema di Warung Aki (tuh kisahna mah aya dina postingan zadoel abdi nu nembean diposting). Di mana mangkalna? Payuneun Parasitologi sanes?Kapungkur mah payuneun parasitologi kosong teu aya nu icalan.
bundel said:
De, BTW Ketua IKA nu enggal tos kapilih nya? Saha kang Iwan Sapta sanes?
jampang said:
semoga sukses selalu untuk bu tunduh
bunda2f said:
hahahaha OT bisaaaaa ajabisnis oriflamenya masih jalan ga oom?
tianarief said:
tentu saja. tapi sudah pake rupiah kok dian, gulden sudah lama ditinggalkan. :))
tianarief said:
kita hampir sezaman, mbak mia. tak sampai selisih 10 tahun. π aamiin. bu tunduh kabarnya warungnya makin laris.
tianarief said:
leres ceu, payuneun parasitologi, sebelah perpustakaan pusat. posisi warung bu tunduh di dekat pertigaan jalan singaperbangsa-dipatiukur tea.iya, zaman ceuceu, lebih dari 10 tahun sebelum aku. π
tianarief said:
tah eta kirang terang ceu. engke digugling geura, saha ketua ika unpad ayeuna. π
tianarief said:
aamiin. π
tianarief said:
lagi “tidur”. hehehe.
bundel said:
Muhun saur pun bibi mah kitu, geuning anjeunna tos uningaeun.
tianarief said:
Iwan Sapta teh Sapta Nirwandar? http://www.unpad.ac.id/archives/53985
bundel said:
Muhun saurna mah nya, leres sanes?
tianarief said:
upami maos di berita resmi situs unpad, leres sapta nirwandar. panginten nirwandar teh nenehna iwan.
bundel said:
Sumuhun, kapungkur ti FISIP ayeuna ti FE. Iraha atuh kang Tian ti FIKOM majeng?
tianarief said:
aamiin. nyuhunkeun pidu’ana atuh ceu. mugi2 abdi ka payunna, tiasa mandiri, usaha majeng, mapan, teras we wantun majeng janten rupi-rupi, kalebet janten ketua ikatan alumni. π
bundel said:
Amin-amin-amin. Da kawitna rerencangan abdi kang Eddy nu janten Dirut Ariawest Telkom tea oge majeng, tapi duka teras aya naon nya, da namina janten gugur weh…….???
tianarief said:
naha nya janten ketua alumni teh (siga) pada marebutkeun. jabatan strategis kitu? (teu ngartos pulitik). π
bundel said:
Wah duka teuing atuh.