Depok, GATRAnews – Orangtua (ortu) maupun guru sudah selayaknya memahami gangguan belajar pada anak, supaya bisa memberi layanan yang tepat pada anak yang mengalami gejala ini. “Kalau sampai salah pengajaran, akibatnya memang tidak langsung terlihat seperti halnya dokter yang salah diagnosis pasiennya, melainkan di masa yang akan datang,” kata Dr Dante Rigmalia MPd, pemerhati dan pengajar sekolah inklusi, dalam seminar “Memahami Siswa dengan Gangguan Belajar (Learning Disability) dan Strategi Pengajarannya”, yang digelar Yayasan Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (YIPABK), di Depok, belum lama ini.
Menurut Dante, anak yang mengalami gangguan belajar, yang disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi, bisa mempersepsi apa yang didengarnya. Tapi karena mengalami kesulitan mempersepsi bunyi, dia bisa mengartikan kata “salam” menjadi “kalam”.
“Anak-anak dengan gangguan belajar mengalami kesulitan perkembangan berbahasa karena persepsi pendengaran dia keliru,” kata staf pengajar di College of Allied Educators (CAE) Jakarta dan Medan ini, di depan sekitar 60 peserta seminar.
Kuncinya, kata alumnus pendidikan doktoral pada program studi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini, mengajarkan anak dengan gangguan belajar dengan sesuatu yang nyata -bisa dilihat, diraba, atau dicium.
“Bagaimana anak kita bisa mengetahui kata ‘mama’ atau ‘papa’ di awal-awal tahun pertumbuhannya? Ya, anak-anak mengetahui mamanya, karena nyata, ada di dekatnya setiap saat. Demikian pula untuk memahami kata ‘panas’, ‘dingin’, dan lain-lain. Metode yang sama bisa diterapkan untuk mengajari anak dengan gangguan belajar,” tutur Dante.
Selanjutnya Dante memaparkan area gangguan belajar, yang meliputi:
– Disleksia (Dyslexia), yakni gangguan belajar yang mempengaruhi membaca dan/atau kemampuan menulis. Ini adalah cacat bahasa berbasis di mana seseorang memiliki kesulitan untuk memahami kata-kata tertulis.
– Diskalkulia (Dyscalculia), yakni gangguan belajar yang mempengaruhi kemampuan matematika. Seseorang dengan diskalkulia sering mengalami kesulitanmemecahkan masalah matematika dan menangkap konsep-konsep dasar aritmatika.
– Disgrafia (Dysgraphia), yakni ketidakmampuan dalam menulis, terlepas darikemampuan untuk membaca. Orang dengan disgrafia sering berjuang denganmenulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus.
– Gangguan pendengaran dan proses visual (Auditory and visual processing disorders), yakni gangguan belajar yang melibatkan gangguan sensorik. Meskipun anak tersebut mungkin dapat melihat dan atau mendengar secara normal, gangguan ini menyulitkan mereka dari apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka akan seringmemiliki kesulitan dalam pemahaman bahasa, baik tertulis atau auditori (atau keduanya).
– Ketidakmampuan belajar nonverbal (Nonverbal Learning Disabilities), yakni gangguan belajar dalam masalah dengan visual-spasial, motorik, dan keterampilan organisasi. Umumnya mereka mengalami kesulitan dalam memahami komunikasi nonverbal dan interaksi, yang dapat mengakibatkan masalah sosial.
– Gangguan bahasa spesifik (Specific Language Impairment (SLI)), yakni gangguan perkembangan yang mempengaruhi penguasaan bahasa dan penggunaan.
Pemilik Yayasan Dante Rigmalia ini menambahkan, anak-anak dengan gangguan belajar yang tidak diterapi akan mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan penderitaan psikologis yang besar untuk orang dewasa.
Sumber: http://www.gatra.com
Reporter: Tian Arief