Enaknya belajar motor zaman sekarang, karena banyak pilihan motor yang gampang untuk dipake belajar. Nggak seperti zaman aku belajar dulu, awal 1980-an. Waktu itu, jenis motor yang beredar di pasaran baru Cub (Honda C70, Suzuki RC80), Sport (Honda CB), trail (Yamaha Enduro), skuter (Vespa, Lambretta), dan motor gede (Harley Davidson jadul, serta Honda 600 cc ke atas, jadul).
Sekarang, pilihan jenis dan mereknya begitu beragam. Jenis motor yang menjadi favorit para pemula, biasanya jenis Cub (bebek) dan otomatik/matik. Untuk jenis yang disebut terakhir, menurutku, jenis motor paling gampang, karena menjalankannya tinggal ngegas-mengerem. Remnya ada di kedua tangan, persis sepeda.
Dulu, aku mulai coba-coba mengendarai motor, sekitar tahun 1980, waktu masih duduk di kelas 6 SD, menjelang lulus. Waktu itu aku sering ditugasi ibuku, memanaskan mesin motor inventarisnya, Suzuki FR50 –motor bebek 2 tak 50 cc. Motor inventaris dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung itu, dipakai ibuku berangkat bertugas ke Puskesmas.
Suzuki FR50
Secara diam-diam, saat memanaskan motor, aku masukkan ke gigi 1, lalu motor pun melaju sepanjang halaman rumah (kebetulan halamannya sempit mirip gang sepanjang 10 meteran), sambil tangan kiri memegangi dinding. Soalnya untuk menahan, kaki belum bisa menapak sepenuhnya, melainkan hanya ujung-ujung jari kaki. Maklum, waktu itu aku masih berusia 11 tahun.
Sesampainya di ujung, motor dikembalikan ke posisi semula dengan cara dimundurkan, lalu maju kembali. Itu terus dilakukan berulang-ulang tanpa sepengetahuan ibuku. Kalau beliau tahu, tentu bakal melarangku mengendarai motor karena masih di bawah umur itu.
Sekitar satu tahunan, aku vakum nggak belajar motor lagi, karena motor inventaris itu mulai sering rusak dan masuk bengkel, dan akhirnya ditarik kembali, dibawa ke kantor Dinas Kesehatan di Kota Bandung.
Vespa Sprint 1975
Tahun 1982, saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP, aku kembali belajar motor. Kali ini, secara terang-terangan. Ayahku mengizinkanku belajar mengendarai motor Vespa Sprint miliknya, di bawah bimbingan omku (adik ayahku). Sebagian dari anda tentu tahu, kalau Vespa Sprint (yang ukuran rodanya 10”) itu lebih tinggi dari Vespa Super (roda 8”). Lagi-lagi, aku musti berjinjit saat menahan motor berbobot hampir 120 kg itu.
Mulanya, aku kagok mengendarai skuter dengan operan gigi di setang kiri itu. Saat motor dalam posisi gigi 1 mau melaju, motor mati mesinnya, karena kurang dalam menarik koplingnya. Setelah diulang-ulang dan bisa melaju, aku pun mencoba mengoper ke gigi 2. Anda yang bisa atau biasa mengendarai Vespa, tentu hapal kalau gigi 1 itu tidak berurutan dengan gigi 2, melainkan harus melewati gigi netral dulu.
Untuk bisa mengoper ke gigi 2, kita musti bisa-bisanya maen feeling. Waktu pertama aku mencoba mengoper, gigi langsung loncat ke gigi 4, karena terlalu keras memutarnya. Motor pun kembali mati mesinnya. Akhirnya, setelah mencoba dan mencoba lagi, aku pun mahir mengendarai Vespa. Kuncinya, memang berlatih terus menerus. Kalau dalam istilah Bahasa Sundanya, practise makes perfect.
Jadi, dulu aku belajar mengendarai motor, dimulai dari Vespa dulu (motor yang terbilang sulit pengendaliannya), baru kemudian bebek (Honda C70), dan sport (CB100).
Memang, enaknya belajar motor zaman sekarang. Ketika motor matik bertebaran. Mulai dari yang ukurannya imut-imut (Mio dan Beat), hingga motor matik “kelas berat” seperti Honda PCX 125.
Sekarang, aku sedang melatih istriku berlatih intensif mengendarai motor matik, agar bisa langsung dipraktekkan untuk menjemput Fay dari sekolah. Caranya, dengan “berkonvoi” 2 motor. Aku mengendarai Tornie, istriku mengendarai Beaty. Sejauh ini, latihan di Citayam dan sekitarnya berjalan lancar. Tinggal meningkatkan arena latihan ke jalan raya.
Foto-foto: suzukicycles.org, dimasnino.wordpress.com
togogsemar said:
saya pake matic kagak lancar,waktu latihan dulu selalu pake motor bpk alias motor kopling merk binter waktu itu,sampai skrg pun mtr nya selalu mtr kopling makanya kalo pake matic rada kagok,terutama ngerem,ingatnya ngerem pake kaki doank
tianarief said:
kalau saya, meski biasa pake motor bebek, dan bisa pula pake motor berkopling (sport, trail, skuter), bisa pula menyesuaikan diri dengan motor matik. motor matik pertama yang kubawa, vespa corsa (yang pake gigi 0 dan 1). tapi cara kerjanya persis motor matik sekarang, kedua rem di tangan. jadi ingat saat bawa sepeda.
kakrahmah said:
Naik motor matik emang lebih gampang, terutama buat cewek, hehe..tinggal keberanian aja..Wah si tante belajar motor, semoga lancar dan aman 🙂
moestoain said:
Wah, pertama kali naik motor vespa? Sama pak, mus juga kelas 5 SD diajarin vespa tetangga. hehehe. Setelah bisa vespa mus coba motor kakak ipar, RC 80. Dengan pedenya mus kendarai sendiri dan ketika jalan lurus dan tiba2 kijang rem mendadak.. goyahlah iman dan tlosooorrr di pinggir jalan dengan tubuh dibawa stir. Malu? Iya malu tapi sepeda langsung mus berdirikan lagi, dan hidupkan lagi.. Mantabs, sampai rumah biar gak dimarahin, baju langsung mus cuci dan ganti baju baru hahaha..
tianarief said:
amin. insyaallah aman, sepanjang menaati peraturan lalu lintas. 😀
tianarief said:
wah, lebih muda lagi belajar motornya, kelas 5 sd. 😀
moestoain said:
Hehehe tapi sama-sama tanpa sepengetahuan ortu.
tianarief said:
justru yang begitu yang cepet bisa, karena tandanya niat banget pengen bisa motor. 😀
kaklist said:
aku milih jadi boncenger aja ah, kasian tk ojek xixixi 🙂
tianarief said:
silakan, itu pilihan.
moestoain said:
Ini tinggal mobil yang belum sempurna.. masih ugal2an masukin giginya.
tianarief said:
tips; belajar mobil, bergurulah sama sopir kelas sedan, biar cara bawa mobilnya pun halus. jangan kelas sopir angkot. 😀
myshant said:
itulah yg membedakan skill mereka2 yg belajar dengan motor jadul dan “susah” dengan mereka yg belajar langsung pake’ matic ya mas :)saya dulu belajar motornya pake’ bebek merah thn 70-an, yg kalau naik harus permisi dulu saking tuanya si motor :)))
moestoain said:
Apalagi kelas sopir kontainer.
tianarief said:
ada penunggunya? 😀
tianarief said:
sopir truk kontainer hebat loh. bisa bawa kendaraan sebesar dan sepanjang itu. *kebayang pas parkirnya. 😀
abonenak said:
itu mah bukan bahasa sunda atuh. tapi….. bahasa urang garut!. 😛
tianarief said:
bahasa sehari-hari. :))
orinkeren said:
hehehehe, berani bawa matic ke jalan raya udah syukuran nih aku, sekarang lupa lagi… kagok, jangankan naik tingkat ke motor manual, yang matic aja lupa lagi… hehehehe. Tapi kalau ada motornya isnya Allah cepet sih tinggal ingat2 feelingnya aja, tangan dan kaki udah bisa sendiri….
tianarief said:
pasti ingat lah. kalau sudah bisa, pasti terus bisa. 😀
togogsemar said:
mending naik sepeda..hehe.. Matic boros,minum mulu
subhanallahu said:
saya lagi belajar bawa mobil OT… *susah ya….
tianarief said:
tentu saja, aku juga suka sepeda. tapi sesuai kebutuhan, sekarang ini sering pake motor.
tianarief said:
aku belajar nyetir mobil tahun 1987. ayo yang rajin belajarnya. beli mobilnya dulu, lebih cepat bisa. 😀
akunovi said:
Pertama kali belajar motor honda. Diajarin kalau gigi 1 gini, gigi 2 gini, dll :DPas ada motor matic, aku kaget dan malah kagoksampai sekarang masih mikir-mikir mau naik motor matic karena biasa pindah gigi 😀
tianarief said:
kagok, padahal gampang. segampang naik sepeda. eh, naik sepeda masih cape harus ngayuh. 😀
surya23 said:
lupa lupa ingat, kalo gak salah dulu belajar pake astrea 800 jaman kelas 1 smp 😀
tianarief said:
astrea 800 kalo gak salah, pertama keluar tahun 1983-an. aku dah di sma. 😀
surya23 said:
belajarnya tahun 87-an sih Mas. waktu itu kayaknya astrea 800 termasuk salah satu motor terkeren di jamannya yak :-))
tianarief said:
iya lah. honda kan mengeluarkan tipe motor, naik, dan naik terus kualifikasinya. sampe terakhir ini, supra x 125 helm-in yang bagasinya supergede, juga tangki bensinnya. 😀