Tinggal bertahun-tahun, ternyata tak seorang pun mengetahui namanya. Ajaib kan?

Semalam aku diundang salah seorang tetangga mertuaku -yang buka toko elektronik di sebelah rumah mertuaku- yang bermaksud syukuran kelahiran anaknya (bukan aqiqahan, bukan pula marhabaan, katanya tahlilan). Para undangan (semuanya bapak-bapak) sudah berdatangan, demikian pula dengan Pak Haji yang akan memimpin do’a.

Saat acara akan dimulai, Pak Haji menanyakan pada tuan rumah, siapa nama anaknya yang baru lahir itu (biar dituliskan di kertas, untuk nanti dibacakan saat doa). Tuan rumah pun minta izin ke belakang dulu, mungkin mau menuliskan nama anaknya.

Saat tuan rumah pamit ke belakang, Pak Haji bertanya, siapa nama shohibul bait alias tuan rumah. Ternyata oh ternyata, tak ada seorang pun yang tahu. Apalagi aku, yang datang sesekali ke rumah mertua.

“Taunya saya, Uda gitu,” kata seorang hadirin.

“Kalau saya taunya Papanya Pandi,” timpal yang lainnya. Pandi adalah nama anak sulung sang tuan rumah.

Akhirnya semuanya saling memandang kebingungan. Lho? Memang, kami diundang dadakan secara lisan, bukan lewat secarik kertas undangan (yang pasti mencantumkan namanya).

“Misteri” itu pun terjawab setelah tuan rumah muncul kembali. Lalu seorang bapak menanyakan langsung, “Siapa nama Bapak?”

“Saya?” tuan rumah meminta konfirmasi.

“Iya,” kata sang penanya.

“Kusnio Hadi,” jawabnya.

“Oooh,” gumamku dalam hati.

Mungkin juga gumam hati seluruh hadirin.